#GRboxfloatingmenu:before{ position:absolute; top:55px; right:-55px; transform:rotate(-90deg); -o-transform:rotate(-90deg); -moz-transform:rotate(-90deg); -webkit-transform:rotate(-90deg); -ms-transform:rotate(-90deg); width:130px; height:40px; content:"Daftar Menu"; background:rgba(0,0,0,0.5); color:#6FF; padding-left:20px; line-height:36px; font-size:18px; font-weight:bold;
Welcome to Jendela Inspirasi Q

Rabu, 06 Februari 2013

Hasil Observasi Kondisi Dan Perkembangan Anak Down Syndrome



BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
            Anak adalah Anugerah terbesar yang diberikan Tuhan kepada kita umat manusia. Pada dasarnya setiap keluarga ingin mempunyai keturunan yang lahir dan tumbuh normal, tetapi kenyataannya setiap manusia yang dilahirkan di dunia ini tidak semuanya lahir dengan normal. Sebagaimana anak manusia, bagaimanapun wujud terlahir, mereka berhak  mendapatkan pendidikan yang layak dan mendapatkan kesempatan yang sama untuk menikmati dunianya yaitu belajar dan bermain seperti anak-anak yang lainnya. Di balik semua itu tentu Tuhan mempunyai rahasia tersendiri sehingga ada anak yang terlahir dengan Down Syndrome.
            Down syndrome adalah suatu kondisi keterbelakangan perkembangan fisik dan mental pada anak yang disebabkan adanya abnormalitas perkembangan kromosom (Cuncha, 1992). Down syndrome dinamai sesuai nama dokter berkebangsaan Inggris bernama Langdon Down, yang pertama kali menemukan tanda-tanda klinisnya pada tahun 1866. Pada tahun 1959 seorang ahli genetika Perancis Jerome Lejeune dan para koleganya, mengidentifikasi basis genetiknya.
            Manusia secara normal memiliki 46 kromosom, sejumlah 23 diturunkan oleh ayah dan 23 lainnya diturunkan oleh ibu. Para individu yang mengalami down syndrome hampir selalu memiliki 47 kromosom, bukan 46. Ketika terjadi pematangan telur, 2 kromosom pada pasangan kromosom 21, yaitu kromosom terkecil gagal membelah diri. Jika telur bertemu dengan sperma, akan terdapat kromosom 21 yang istilah teknisnya adalah trisomi 21. Down syndrome bukanlah suatu penyakit maka tidak menular, karena sudah terjadi sejak dalam kandungan.
            Bayi yang mengalami down syndrome jarang dilahirkan oleh ibu yang berusia di bawah 30 tahun, tetapi risiko akan bertambah setelah ibu mencapai usia di atas 30 tahun. Pada usia 40 tahun, kemungkinannya sedikit di atas 1 dari 100 bayi, dan pada usia 50 tahun, hampir 1 dari 10 bayi. Risiko terjadinya down syndrome juga lebih tinggi pada ibu yang berusia di bawah 18 tahun.
            Masalah ini penting, karena seringkali terjadi di berbagai belahan dunia, sebagaimana menurut catatan Indonesia Center for Biodiversity dan Biotechnology (ICBB) Bogor, di Indonesia terdapat lebih dari 300 ribu anak pengidap down syndrome. Sedangkan angka kejadian penderita down syndrome di seluruh dunia diperkirakan mencapai 8 juta jiwa. Angka kejadian kelainan down syndrome mencapai 1 dalam 1000 kelahiran. Di Amerika Serikat, setiap tahun lahir 3000 sampai 5000 anak dengan kelainan ini. Sedangkan di Indonesia prevalensinya lebih dari 300 ribu jiwa. Dalam beberapa kasus, terlihat bahwa umur wanita terbukti berpengaruh besar terhadap munculnya down syndrome pada bayi yang dilahirkannya. Kemungkinan wanita berumur 30 tahun melahirkan bayi dengan down syndrome adalah 1:1000. Sedangkan jika usia kelahiran adalah 35 tahun, kemungkinannya adalah 1:400. Hal ini menunjukkan angka kemungkinan munculnya down syndrome makin tinggi sesuai usia ibu saat melahirkan.[1]

B.       Rumusan masalah
            Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan pokok permasalahan yang akan dibahas yaitu:
1.      Bagaimana kondisi dan perkembangan anak penderita down syndrome?
2.      Bagaimana cara penanganan anak penderita down syndrome?

C.       Tujuan Penelitian
1.      Untuk mengetahui kondisi dan perkembangan anak penderita down syndrome
2.      Untuk mengetahui cara penanganan anak penderita down syindrome

D.      Manfaat Penelitian
a.       Secara Akademis
1.    Penelitian ini diharapkan dapat memberikan khasanah keilmuan dalam bidang bimbingan dan konseling khususnya dalam menangani anak yang berkebutuhan khusus seperti anak Down Syndrome.
2.    Memberikan gambaran cara penanganan anak yang berkebutuhan khusus.
b.      Secara Praktis
1.      Memberikan informasi dan masukan kepada konselor/calon konselor agar lebih dapat meningkatkan layanan penanganan kepada anak yang berkebutuhan khusus.
2.      Bermanfaat bagi para pembaca yang concern dalam dunia bimbingan dan konseling, terutama bagi para orangtua yang memilliki anak penderita Down Syndrome.




BAB II
LANDASAN TEORI

A.      Definisi Down Syindrome
            Down Sindrom (Down syndrome) adalah suatu kondisi keterbelakangan perkembangan fisik dan mental anak yang diakibatkan adanya abnormalitas perkembangan kromosom. Kromosom ini terbentuk akibat kegagalan sepasang kromosom untuk saling memisahkan diri saat terjadi pembelahan. Kelainan genetik yang terjadi pada kromosom 21 pada berkas q22 gen SLC5A3, yang dapat dikenal dengan melihat manifestasi klinis yang cukup khas.
            Kromosom adalah merupakan serat-serat khusus yang terdapat didalam setiap sel didalam badan manusia dimana terdapat bahan-bagan genetik yang menentukan sifat-sifat s1eseorang. Selain itu down syndrom disebabkan oleh hasil daripada penyimpangan kromosom semasa konsepsi. Ciri utama daripada bentuk ini adalah dari segi struktur muka dan satu atau ketidakmampuan fisik dan juga waktu hidup yang singkat.
            Menurut JW. Chaplin (1995), down syndrome adalah satu kerusakan atau cacat fisik bawaan yang disertai keterbelakangan mental, lidahnya tebal, dan retak-retak atau terbelah, wajahnya datar ceper, dan matanya miring. Sedangkan menurut Kartini dan Gulo (1987), down syndrome adalah suatu bentuk keterbelakangan mental, disebabkan oleh satu kromosom tambahan.[2] IQ anak down syndrome biasanya dibawah 50, sifat-sifat atau ciri-ciri fisiknya adalah berbeda, ciri-ciri jasmaniahnya sangat mencolok, salah satunya yang paling sering diamati adalah matanya yang serong ke atas. Sedangkan, dari segi sitologi, down syndrome dapat dibedakan menjadi 2 tipe, yaitu:
a.    Syndroma Down Triplo-21 atau Trisomi 21, sehingga penderita memiliki 47 kromosom. Penderita laki-laki= 47,xy,+21, sedangkan perempuan= 47,xx,+21. Kira-kira 92,5% dari semua kasus syndrome down tergolong dalam tipe ini.
b.    Syndrome Down Translokasi, yaitu peristiwa terjadinya perubahan struktur kromosom, disebabkan karena suatu potongan kromosom bersambungan dengan potongan kromosom lainnya yang bukan homolog-nya.[3]
            Kelainan-kelainan yang berdampak pada keterbelakangan pertumbuhan fisik dan mental ini pertama kali dikenal pada tahun 1866 oleh Dr. John Longdon Down. Karena ciri-ciri yang tampak aneh seperti tinggi badan yang relative pendek, kepala mengecil, hidung yang datar menyerupai orang Mongoloid maka sering juga dikenal dengan mongolisme. Pada tahun 1970an para ahli dari Amerika dan Eropa merevisi nama dari kelainan yang terjadi pada anak tersebut dengan merujuk penemu pertama 7 kali sindrom ini dengan istilah sindrom Down dan hingga kini penyakit ini dikenal dengan istilah yang sama.
            Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa down syndrome merupakan suatu kondisi keterbelakangan mental dan fisik yang disebabkan oleh kelainan kromosom. Anak yang mengalami down syndrome, biasanya memiliki IQ di bawah 50.

B.       Faktor Resiko dan Penyebab
            Secara biologis down syndrome terjadi karena kelainan susunan kromosom ke-21, dari 23 kromosom manusia. Pada manusia normal, 23 kromosom tersebut berpasang-pasangan hingga jumlahnya menjadi 46. Pada penderita down syndrome, kromosom nomor 21 tersebut berjumlah tiga (trisomi), sehingga totalnya menjadi 47 kromosom. Jumlah yang berlebihan tersebut mengakibatkan kegoncangan pada sistem metabolisme sel, yang akhirnya memunculkan down syndrome.
            Down syndrome juga disebabkan oleh kurangnya zat-zat tertentu yang menunjang perkembangan sel syaraf pada saat bayi masih di dalam kandungan, seperti kurangnya zat iodium. Menurut data badan UNICEF, Indonesia diperkirakan kehilangan 140 juta poin Intelligence Quotient (IQ) setiap tahun akibat kekurangan iodium. Faktor yang sama juga telah mengakibatkan 10 hingga 20 kasus keterbelakangan mental setiap tahunnya.
            Penyebab yang spesifik belum diketahui, tapi kehamilan oleh ibu yang berusia diatas 35 tahun beresiko tinggi memiliki anak syndrom down. Karena diperkirakan terdapat perubahan hormonal yang dapat menyebabkan “non-disjunction” pada kromosom yaitu terjadi translokasi kromosom 21 dan 15. Hal ini dapat mempengaruhi pada proses menua. Bagi ibu-ibu yang berumur 35 tahun keatas, semasa mengandung mempunyai risiko yang lebih tinggi untuk melahirkan anak Down Syndrom. Sembilan puluh lima penderita down syndrom disebabkan oleh kelebihan kromosom 21. Keadaan ini disebabkan oleh “non-dysjunction” kromosom yang terlibat yaitu kromosom 21 dimana semasa proses pembahagian sel secara mitosis pemisahan kromosom 21 tidak berlaku dengan sempurna. Di kalangan 5 % lagi, anak-anak down syndrom disebabkan oleh mekanisma yang dinamakan “Translocation“. Keadaan ini biasanya berlaku oleh pemindahan bahan genetik dari kromosom 14 kepada kromosom 21. Bilangan kromosomnya normal iaitu 23 pasang atau jumlah kesemuanya 46 kromosom. Mekanisme ini biasanya berlaku pada ibu-ibu di peringkat umur yang lebih muda. Sebahagian kecil down syndrom disebabkan oleh mekanisma yang dinamakan “mosaic”.
            Angka kejadian Down Syindrome dikaitkan dengan usia ibu saat kehamilan :
a.     15-29 tahun – 1 kasus dalam 1500 kelahiran hidup
b.    30-34 tahun – 1 kasus dalam 800 kelahiran hidup
c.     35-39 tahun – 1 kasus dalam 270 kelahiran hidup
d.    40-44 tahun – 1 kasus dalam100 kelahiran hidup
e.     Lebih 45 tahun – 1 kasus dalam 50 kelahiran hidup.[4]

C.       Ciri – Ciri Down Syndrome
            Ciri-ciri anak yang mengalami down syndrome dapat bervariasi, mulai dari yang tidak nampak sama sekali, tampak minimal, hingga muncul tanda yang khas. Tanda yang paling khas pada anak yang mengalami down syndrome adalah adanya keterbelakangan perkembangan mental dan fisik.        Penderita syndrome down biasanya mempunyai tubuh pendek dan puntung, lengan atau kaki kadang-kadang bengkok, kepala lebar, wajah membulat, mulut selalu terbuka, ujung lidah besar, hidung lebar dan datar, kedua lubang hidung terpisah lebar, jarak lebar antar kedua mata, kelopak mata mempunyai lipatan epikantus, sehingga mirip dengan orang oriental, iris mata kadang-kadang berbintik, yang disebut bintik “Brushfield”.   Berdasarkan tanda-tanda yang mencolok itu, biasanya dengan mudah kita dapat mengenalnya pada pandangan pertama. Tangan dan kaki kelihatan lebar dan tumpul, telapak tangan kerap kali memiliki garis tangan yang khas abnormal, yaitu hanya mempunyai sebuah garis mendatar saja. Ibu jari kaki dan jari kedua adakalanya tidak rapat. Mata, hidung, dan mulut biasanya tampak kotor serta gigi rusak. Hal ini disebabkan karena ia tidak sadar untuk menjaga kebersihan dirinya sendiri.

D.      Terapi Anak Down Syndrom
            Terapi fisik yang digunakan untuk menangani anak-anak yang menderita kelainan down syndrome adalah dengan terapi treadmill, yaitu dengan cara melatih ibu atau pengasuh dan anak yang mengalami down syndrome. Ibu atau pengasuh anak down syndrome dilatih bagaimana cara yang tepat untuk melatih anak down syndrome agar dapat berjalan dan dapat melatih keterampilan motoriknya, misalnya bagaimana cara memegang bayi, melatih anak untuk duduk dan berjalan sendiri. Hal ini dilakukan karena anak-anak down syndrome seringkali mengalami keterbelakangan kemampuan motorik, seperti terlambat berdiri dan berlari. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Palisano, dkk membuktikan bahwa 73% dari anak-anak down syndrome baru mampu berdiri pada usia 24 bulan, dan 40% bisa berjalan pada usia 24 bulan. Sehingga, terapi treadmill ini dilakukan agar dapat membantu anak-anak down syndrome dalam melatih keterampilan motoriknya.
            Selain terapi fisik tersebut, dapat pula dilakukan beberapa intervensi sebagai penunjang dalam membantu perkembangan fisik dan psikologis anak-anak down syndrome, seperti intervensi berupa special education, menerapkan pendidikan khusus bagi anak-anak down syndrome, modifikasi perilaku, dan parenting skill bagi orang tua anak-anak down syndrome. Sehingga dengan adanya terapi fisik dan intervensi tersebut, diharapkan dapat membantu anak-anak down syndrome agar mereka dapat tetap berkembang dengan optimal, dan dapat beraktivitas, meskipun tidak seperti anak-anak normal lainnya.




BAB III
HASIL OBSERVASI DAN WAWANCARA

A.      Hasil Observasi
          Observasi kami laksanakan beberapa kali di rumah klien atau anak penderita down syndrom tersebut, dan kami memperoleh informasi-informasi sebagai berikut:
1.    Identitas Klien
Nama                                       : Darul Nur Istiqomah
Tempat, Tanggal Lahir            : Bantul, 14 Mei 2005
Jenis Kelamin                          : Perempuan
Agama                                     : Islam
Urutan Kelahiran                     : Anak kedua dari dua saudara
Tingkat Pendidikan                 : Kelas 2 SLB Marsudi Putra 1 Manding
2.    Gambaran Umum Klien
                        Darul adalah anak kedua dari keluarga yang ekonominya lumayan  cukup, yang tinggal Gatak, Sunberagung, Jetis, Bantul. Ditempat inilah peneliti melakukan penelitian yang berbentuk observasi dan wawancara. Awalnya peneliti telah lama mengawasi perilaku dan interaksinya dengan teman-temannya ataupun dengan keluarganya sendiri. Dia menderita down syndrome sejak lahir sampai sekarang sudah dimasukkan orangtuanya di (sekolah luar biasa) SLB Marsudi Putra 1 Manding.
                        Pertama kali peneliti melihat subyek, dia sedang bermain ke rumah tetangganya yang berjajaran rumah, dan yang kebetulan teman dekat peneliti, sehingga peneliti bisa mengawasi dan mengikuti langsung kegiatan-kegiatan yang subyek lakukan. Disamping menderita down syndrom ia juga tergolong hyperaktif, karena ia tidak seperti anak lainnya yang bisa duduk diam dalam jangka yang agak lama. Aktivitas yang ia lakukan setiap harinya bisa diperkirakan mencapai 20 kegiatan lebih. Dia suka jalan kemana-mana, jadi sangat butuh dampingan dan pengawasan yang ekstra dalam kesehariannya. Bahkan ketika awal peneliti datang dia langsung memanggil “mbak” dan mengajak kenalan dengan mengajak berjabat tangan.
3.      Gambaran Fisik
            Kegiatan-kegiatan klien yang diikuti pada saat klien berada dirumah tetangganya, mulai dari makan, minum, mandi, nonton televisi, mengganggu teman-temannya dan lain sebagainya. Dia memiliki ciri-ciri fisik diantaranya bentuk kepalanya yang relatif kecil, matanya agak sipit, bentuk hidungnya lebar dan datar, mulutnya selalu terbuka, dan selalu mengeluarkan air liur. Rambutnya hitam agak kecoklat-coklatan, kulitnya sawo matang, tangan dan kakinya terlihat lebar dan tumpul, dan giginya kecil-kecil.
            Berat badan klien mengalami perkembangan yang sangat pesat, untuk terakhir observasi, peneliti memperoleh berat badan klien 27 kg dan tinggi kurang lebih 110 cm.

B.       Hasil Wawancara
1.      Wawancara dengan Orangtua klien (Ibu)
            Berdasarkan hasil wawancara dengan ibu klien pada hari jumat tanggal 4 januari 2013 di rumah klien tepatnya di dusun Gatak, desa Sumberagung, Kec.Jetis diperoleh informasi bahwa klien mengalami down syndrome perkiraan sejak lahir, tetapi beru diketahui sejak umur 2 tahun. Karena selama masa kehamilan dan masa kelahiran Ibunya tidak mengalami keluhan gangguan-gangguan, bahkan klien lahir dengan normal.
            Setelah mengetahui bahwa anaknya mengalami gejala-gejala down syndrom orangtua langsung membawa klien ke RSUD Sardjito, bahkan klien melakukan pemeriksaan sebulan sekali. Namun karena keadaan ekonomi yang kurang memadai untuk melakukan chek-up sebulan sekali, maka orang tua memutuskan untuk menghentikan kontrol ke RSUD Sardjito dan merawat klien sebisa mungkin. Dan bahkan sekarang ia mengalami perkembangan yang meningkat drastis, yang awalnya ada gangguan komunikasi, sekarang sudah bisa merespon dan berbicara walaupun kurang begitu jelas, kondisi fisiknya bertambah baik, sudah bisa minum dan memegang gelas sendiri, mandi sendiri, dan lain sebagainya. Sedangkan untuk belajarnya di SLB, ibunya mengemukakan bahwa klien belum bisa mengenal huruf, namun sudah mengalami peningkatan, coretan-coretannya sudah mulai terarah, sudah bisa menirukan dan menghafal lagu-lagu seperti “balonku ada lima dan topi saya bundar” karena lagu-lagu seperti ini diikuti oleh gerakan-gerakan.
            Selain itu, ibunya menceritakan bahwa klien dekatnya dengan ibunya, karena ayahnya jarang ada waktu luang untuk bermain bersama dia. Kebiasaannya adalah bermain, mendengarkan musik dan menari,  berjalan kesana kemari, dan bahkan ketika ibunya ada acara-acara desa dia ikut dan mengganggu orang lain. Karena itulah muncul cemooh-cemooh dari masyarakat, sehingga ibunya sekarang memutuskan untuk pasif dalam masyarakat, dan lebih memilih anaknya, karena anak yang berkebutuhan khusus itu sangat membutuhkan kasih sayang yang penuh.
2.      Wawancara dengan tetangga klien
            Dari hasil wawancara dengan tetangga pada hari sabtu tanggal 5 januari 2013 diperoleh hasil bahwa klien memiliki kemampuan sebagai berikut:
a.    Belum bisa mengenal huruf dan angka
b.    Dapat mengenali namanya sendiri
c.    Sudah bisa agak mandiri. Contohnya seperti bisa mandi sendiri
d.   Tidak bisa diam dalam jangka waktu yang agak lama
e.    Berbicara kurang lancar
f.     Dll
                        Selain kemampuan diatas, juga dijelaskan bahwasannya klien suka berjoget apabila mendengar musik, dia suka mengganggu pekerjaan orang lain, bila diajak komunikasi kadang bisa respon, kadang tidak.

BAB IV
PEMBAHASAN
1.        Kondisi dan perkembangan anak down syndrome
            Subjek mengalami gangguan down sindrom sejak lahir. Oleh karena itu dilihat dari secara fisik menunjukkan ciri – ciri yang sama dengan penderita down sindrom lainnya. Gangguan down sindrom ini disebabkan oleh  kelainan susunan kromosom ke-21, dari 23 kromosom manusia. Pada manusia normal, 23 kromosom tersebut berpasang-pasangan hingga jumlahnya menjadi 46. Pada penderita down syndrome, kromosom nomor 21 tersebut berjumlah tiga (trisomi), sehingga totalnya menjadi 47 kromosom. Jumlah yang berlebihan tersebut mengakibatkan kegoncangan pada sistem metabolisme sel, yang akhirnya memunculkan down syndrome.
            Awalnya orang tuanya belum  mengetahui bahwa klien mengalami gangguan down syndrome. Kelainan tersebut diketahui sejak klien mengalami batuk pilek. Pada waktu itu, klien di bawa ke dokter spesialis anak RSUD Sardjito, dan dokter mengatakan bahwa klien mengalami gangguan down sindrom. Hal ini dibuktikan juga dengan bentuk fisik klien yang berbeda dengan anak lain pada umumnya. Dia memiliki ciri-ciri fisik diantaranya bentuk kepalanya yang relatif kecil, matanya agak sipit, bentuk hidungnya lebar dan datar, mulutnya selalu terbuka, dan selalu mengeluarkan air liur. Rambutnya hitam agak kecoklat-coklatan, kulitnya sawo matang, tangan dan kakinya terlihat lebar dan tumpul, dan giginya kecil-kecil.

2.        Penanganan Anak Down Syndrome
            Untuk menangani gangguan yang diderita oleh klien, orangtuanya melakukan berbagai upaya untuk menangani klien, salah satunya yaitu chek-up rutin sebulan sekali ke RSUD Sardjito untuk melakukan terapi. Terapi yang diberikan untuk anak penderita down syndrome adalah terapi balon yakni terapi dengan menggunakan balon besar sehingga klien dapat meloncat-loncat diatas balon tersebut. Namun terapi itu hanya dilakukan bebrapa kali saja karena biaya terapinya mahal dan orang tuanya tidak sanggup. Kemudian orang tuanya memutuskan untuk merawat dan melatih sendiri dirumah. Selain itu, terapi fisik juga dilakukan orangtua klien yaitu dengan memasukan dia ke sekolah luar biasa Marsudi Putra 1 dengan tujuan agar anaknya juga mengenal pendidikan dan agar anaknya bisa berkembang secara optimal, karena di SLB setiap hari rabu diadakan senam dengan iringan musik dan jalan-jalan bersama.
            Kemajuan yang dialami merupakan perkembangan yang baik, klien sekarang menunjukkan perubahan kearah yang lebih baik dan meningkat, dari awalnya klien mengalami gangguan komunikasi, sekarang sudah bisa merespon dan berkomunikasi dengan orang lain walaupun belum begitu lancar dan jelas, kondisi fisiknya bertambah baik, sudah bisa minum dan memegang gelas sendiri, mandi sendiri, dan lain sebagainya. Sedangkan untuk belajarnya di SLB, klien belum bisa mengenal huruf, namun sudah mengalami peningkatan, coretan-coretannya sudah mulai terarah, sudah bisa menirukan dan menghafal lagu-lagu seperti “balonku ada lima dan topi saya bundar” karena lagu-lagu seperti ini diikuti oleh gerakan-gerakan.



BAB V
PENUTUP

a.        Kesimpulan
            Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan diatas dapat disimpulkan sebagai berikut:
            Down Syndrome adalah suatu kondisi keterbelakangan perkembangan fisik dan mental anak yang diakibatkan adanya abnormalitas perkembangan kromosom. Penyakit down sindrom merupakan penyakit yang disebabkan karena kromosom yang gagal berpisah pada fase profase, bukan merupakan penyakit keturunan.
            Ciri-ciri fisik diantaranya bentuk kepalanya yang relatif kecil, matanya agak sipit, bentuk hidungnya lebar dan datar, mulutnya selalu terbuka, dan selalu mengeluarkan air liur. Rambutnya hitam agak kecoklat-coklatan, kulitnya sawo matang, tangan dan kakinya terlihat lebar dan tumpul, dan giginya kecil-kecil.
            Penanganan untuk anak down syndrome yaitu berupa Terapi fisik dengan terapi treadmill, dapat pula dilakukan beberapa intervensi sebagai penunjang dalam membantu perkembangan fisik dan psikologis anak-anak down syndrome, seperti intervensi berupa special education.

b.        Saran
Banyak orang yang mengisolasi dan memandang sebelah mata orang yang memiliki kelainan seperti down syndrome. Seharusnya kita memberikan kasih sayang dan perhatianyang lebih kepada mereka yang mengidap kelainan down sindrom karena sebenarnya mereka juga memiliki bakat dan potensi yang baik di berbagai bidang apabila kita bisa megayomi orang tersebut dengan baik. Oleh karena itu, kita seharusnya dapat mengayomi orang-orang penderita kelainan down sindrom di sekeliling kita, jangan isolasikan dan pandang mereka sebelah mata karena pada kenyataannya mereka mampu berprestasi dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA

Semiun, Yustinus.Drs. OFM,  Kesehatan Mental 2, 2006, Yogyakarta: Kanisius (Anggota IKAPI)
Chaplin, J.P., Kamus Lengkap Psikologi, Alih bahasa: Kartono Kartini, 1999, Jakarta:Raja Grafindo Persada
Teori Baru Penyebab Down Syndrome URL:http://health.kompas.com/read/2010/03/29/11191896/www.kompas.com, diunduh pada tanggal 09 januari 2013, pada pukul 15.25
Model bimbingan dan konseling dengan pendekatan ekologis.Disertasi. Bandung. Pasca sarjana ikip Bandung.www. Soina.com
http://antoek.blogspot.com/2012/12/laporan-observasi-dan-wawancara-di-slb.html di unduh pada tanggal 10 januari 2013, pukul 02.30



[1] Teori Baru Penyebab Down Syndrome
URL:http://health.kompas.com/read/2010/03/29/11191896/www.kompas.com, diunduh pada tanggal 09 januari 2013, pada pukul 15.25

[2] Chaplin, J.P., Kamus Lengkap Psikologi, Alih bahasa: Kartono Kartini, (Jakarta, Raja Grafindo Persada,1999)
[3] Model bimbingan dan konseling dengan pendekatan ekologis.Disertasi. Bandung. Pasca sarjana ikip Bandung.www. Soina.com


2 komentar:

  1. Pusat Terapi dan Tumbuh Kembang Anak (PTTKA) Rumah Sahabat Yogyakarta melayani deteksi dini anak berkebutuhan khusus dengan psikolog, terapi wicara, sensori integrasi, fisioterapi, behavior terapi, Renang& musik untuk anak berkebutuhan khusus, terapi terpadu untuk autism, ADD, ADHD, home visit terapi & program pendampingan ke sekolah umum. informasi lebih lanjut hubungi 0274 8267882 atau buka www.pttkarumahsahabat.com

    BalasHapus
  2. Perkenalkan, saya dari tim kumpulbagi. Saya ingin tau, apakah kiranya anda berencana untuk mengoleksi files menggunakan hosting yang baru?
    Jika ya, silahkan kunjungi website ini www.kbagi.com untuk info selengkapnya.

    Di sana anda bisa dengan bebas share dan mendowload foto-foto keluarga dan trip, music, video, filem dll dalam jumlah dan waktu yang tidak terbatas, setelah registrasi terlebih dahulu. Gratis :)

    BalasHapus